Krisis Air Gunung Kidul
Ini adalah gerbang Padukuhan Cah
Bohol, Desa Purwodadi, Tepus, Gunung Kidul. Berada tak jauh dari Pantai Ngetun
dan Pantai Timang
|
Gunung Kidul adalah sebuah
kabupaten yang berada di sisi paling selatan dari provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Saat disebutkan Gunung Kidul tentu semua orang akan berpikir
tentang wisata pantai pasir putih yang menawan dan seolah mengajak kita untuk
mengunjunginya, namun hanya sedikit yang terbayangkan tentang bencana tahunan
yang terjadi di wilayah Gunung Kidul.
Padukuhan Cak Bohol, Desa
Purwodadi, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunung Kidul adalah salah satu wilayah
yang terdampak bencana krisis air di setiap tahunnya. Di Desa Purwodadi
terdapat 19 padukuhan dengan 12 padukuhan yang terdampak krisis air terparah
dari padukuhan yang tersisa (yaitu: Padukuhan Grotan, Jimatan, Kenis, Brongkol,
Gesing 1 & 2 sudah teraliri jaringan air dari PDAM).
Dampak kekeringan tidak hanya
berpengaruh dalam kehidupan masyarakat saja, melainkan juga berpengaruh pada
bangunan banyak yang retak karena rendahnya kelembaban tanah, pertanian, petani
tidak bisa bercocok tanam saat musim kemarau, peternakan, peternak kesulitan
mendapatkan pakan berupa rumput bahkan harus membeli pakan ternak dari Klaten
dan Jogja, serta serangan anjing liar yang turun dari perbukitan saat
kekeringan berlangsung pada bulan Agustus dan menyerang ternak milik warga.
Air dalam kehidupan masyarakat
Gunung Kidul bagaikan emas yang ternilai harganya, dan merupakan kebutuhan
primer yang harus dipenuhi segera meskipun dalam keadaan sulit. Masyarakat Padukuhan
Cak Bohol memanfaatkan salah satu sumber mata air yang berada di 4 km timur
laut dari Padukuhan Cak Bohol bernama mata air Mendolo. Mata air tersebut
dikelola oleh pihak swasta dan warga dapat mendapatkan air dengan harga Rp
80.000,-/tangki truk (harga tergantung jarak dari sumber mata air) dan setiap
tangki berisi kurang lebih 10.000 liter yang bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan
rumah tangga (mencuci, mandi, air minum, dll) selama 2 minggu. Membutuhkan
sekitar waktu 2 minggu untuk pemesanan air
dapat sampai ke rumah warga.
Setiap rumah memiliki 1 bak
penampungan air dengan kapasitas sekitar 10.000 liter di setiap rumah, dan
sebagian lansia terkadang tidak mempunyainya dikarenakan mahalnya biaya
pembuatan bak penampungan air. Serta selain bak penampungan air di setiap
rumah, ada pula 1 bak penampungan air di setiap RT (Rukun Tetangga) yang digunakan
untuk umum, dan diprioritaskan bagi mereka yang membutuhkan serta bagi lansia.
Untuk menghemat air warga Padukuhan
Cak Bohol biasanya untuk kebutuhan mencuci baju, mereka memanfaatkan sungai
yang berada di dekat Pantai Siung, tentu jarak serta medan yang tak mudah harus
dilalui untuk dapat mencuci di sungai tersebut.
Peran pemerintah dalam menangani
bencana kekeringan ini tak terlalu berdampak bagi masyarakat, bahkan bisa
dikatakan sangat jarang dan kalaupun ada itu sedikit. Hal tersebut seperti yang
diungkapkan oleh Kepala Padukuhan Cak Bohol kepada penulis saat dijumpai di
kediamannya.
Lalu dengan sedikit menyimak tulisan di atas, masihkah
kita boros dalam menggunakan air? Seberapa boros kita dalam memanfaatkan air
untuk mandi, mencuci, atau bahkan hanya sekedar membasahi halaman depan
rumah???
Minem (90 th) adalah seorang potret warga Padukuhan Cak
Bohol yang tertua dan hidup sebatangkara dalam sebuah gubuk kecil miliknya,
untuk kebutuhan air ia dibantu oleh warga lainnya untuk membangun bak
penampungan air.
Beginilah kondisi mata
airMendolo yang dimanfaatkan oleh masyarakat Padukuhan Cak Bohol serta
padukuhan lainnya untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari. Terkadang
masyarakat mencuci di mata air Mendolo untuk menghemat penggunaan air di rumah,
namun terkadang sampah bekas kemasan deterjen atau sabun lainnya lupa tidak
dibawa pulang dan ditinggalkan di tempat mencuci.
Mata air Mendolo
menggunakan 4 diesel penyedot air untuk mendistribusikan air dari sumber mata
air hingga bisa masuk ke dalam tangki truk, pada saat musim kemarau pada
puncaknya sekitar bulan September, debit air di mata air Mendolo menurun
drastis tidak seperti foto di atas, bahkan pipa-pipa harus dimasukkan ke dalam
gua yang berada di mata air Mendolo, dan harus menunggu jeda setidaknya satu
jam setelah air di distribusikan ke tangki yang satu untuk bisa di
distribusikan ke tangki yang lain.
Eko (45th)
menyebutkan bahwa dirinya dalam sehari dapat mengambil air dari mata air
Mendolo sebanyak 16x dalam sehari yang kemudian didistribusikan ke dukuh-dukuh
yang membutuhkan air, aktivitas pengambilan air biasanya sudah dimulai sejak
pukul 06:00 WIB dan berakhir pukul 16:00 WIB.
Belum selesai truk pertama mengisi air, sudah datang truk selanjutnya untuk mengisi air |
Sakiyah (50th)
dan Sakinem (40th) usai mandi di aliran mata air Mendolo yang mengalir ke arah
barat daya dari mata air utama, aliran dari mata air Mendolo juga biasa
dimanfaatkan untuk mandi oleh para petani seusai bekerja di ladang. Beberapa
warga juga memanfaatkannya untuk mencuci pakaian dan menjemur pakaian di sisi
aliran mata air.
Telaga Banteng juga
dimanfaatkan untuk mandi oleh warga sekitar, biasanya saat pagi dan sore hari
mulai banyak warga yang beraktivitas di sekitar telaga, ada yang mandi, mengambil
air.
|
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih telah membaca artikel kami, jika ada pesan atau kritik dan saran silahkan sampaikan melalui kolom komentar